Tafsir surat Ar Ra’du ayat 1- 10 ( Fii Zilalil Qur’an – Sayyid Qutub )

Tafsir surat Ar Ra’du ayat 1- 10
( Fii Zilalil Qur’an – Sayyid Qutub )






 Nama :

NIM :

Program Studi :
Teknik Informatika ( A2)



FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
OKTOBER 2017

1.      Ayat Pertama

Artinya :
"Alif laam miim raa. İni adalah ayat-ayat AIKitab (AI-Qur•an). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itü adalah benar; akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya).”

Tafsir :
"Alıflaam miim raa... " Ayat Mutasyabihat. İtü adalah ayat-ayat atas AI-Kitab, yang menunjukkan bahwa ia diwahyukan dari sisi Allah. Karena bentuk dan susunan huruf hurufnya ini menunjukkan bahwa ia adalah wahyu dari Allah, bukan karya manusia, siapa pun orangnya.
“..Dan Kitab yang düurunkan dari tuhanmu adalah benar...“
Kebenaran satu-satunya, kebenaran yang murni, yang tidak bercampur dengan kebatilan, dan tidak mengandung keragu-raguan. Huruf-huruf itü pun menunjukkan bahwa ia adalah benar. la adalah ayat ayat yang menunjukkan bahwa AI-Qur'an itü dari sisi Allah, dan apa yang dari sisi Allah tidak lain adalah kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi.
“…akan tetapi kebanyakan manusİa tidak beriman (kepadanya). “
Tidak beriman bahwa Al-Qur an itu diwahyukan dari Allah; dan tidak beriman kepada masalahmasalah yang menjadi konsekuensi keimanan kepada wahyu ini, seperti masalah keesaan (menauhidkan) Allah, masalah keberagamaan hanya kepada Allah sendiri, masalah iman kepada hari berbangkit dari kubur, dan masalah keharusan melakukan amal saleh dalam kehidupan di dunia ini.

2.      Ayat Ke-Dua

Artinya :
“ Allahlah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhlukNya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaranNya), supaya kamu meyakini pertemuan(mu) dengan Tuhanmu.”

Tafsir :
Langit (bagaimanapun wujudnya yang dipahami manusia dari lafalnya dalam waktu yang berbeda beda) yang ditampilkan untuk dilihat, luar biasa beşar dan menakutkan pada saat seseorang sedang merenungkannya. Namun demikian, ia tidak disangga oleh sesuatu. la ditinggikan tanpa tiang, dan tampak dengan jelas sebagaimana yang Anda lihat.
Itulah sentuhan pertama di lapangan alam yang beşar (makro) yang notabene sentuhan terhadap perasaan insani, yang berdiri di hadapan pemandangan yang beşar ini yang lama ia pandang dan renungkan, dan ia ketahui bahwa tidak ada seorang pun yang mampu meninggikannya tanpa tiang (hatta dengan tiang sekalipun) kecuali Allah. Dan akhirnya, tentang sesuatu yang ditinggikan manusia dengan tiang atau tanpa tiang yang berupa bangunan kecil yang terletak di sudut sempit di bumi pun tidak terlampaui. Manusia disibuki membicarakan bangunan itü karena dirasa besar, kuat, dan rapi, dengan melupakan alam makro yang melingkupi mereka dan di atas mereka yang berupa beberapa langit tanpa tiang. langit yang di baliknya terdapat kekuatan yang sebenarnya dan kebesaran yang sebenarnya pula, serta kerapian yang tidak dapat dijangkau oleh ilusi dan ilustrasi manusia.
Dari membicarakan pemandangan beşar yang dapat dilihat oleh manusia, beralih kepada pembicaraan tentang kegaiban beşar yang pandangan manusia tidakdapat menggapainya,
"Kemudian Dia bersemayam di ataş Arşy'... “
Jika yang itü tinggi, maka yang ini lebih tinggi lagi. Jika yang itü agung, maka yang ini lebih agung lagi. Yaitu, ketinggian mutlak yang digambarkan dalam lukisan menurut metode AI-Qur'an dalam mendekatkan urusan-urusan yang mutlak kepada pengetahuan manusia yang terbatas.
ini adalah sentuhan lain yang beşar dari sentuhan pena mukjizat. Sentuhan dalam ketinggian (superioritas) mutlak ke sisi sentuhan pertama dalam ketinggian yang dapat dipandang, yang saling berdekatan dan saling mengisi dalam susunan kalimat.
Dari ketinggian yang mutlak kepada penundukan, penundukan matahari dan bulan, penundukan ketinggian yang mutlak bagi manusia pada sesuatu yang di dalamnya terdapat keagungan yang memikat, yang memikat lubuk hati mereka dalam sentuhan yang pertama. Setelah itü ia ditundukkan kepada Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi.
Kita berhenti sebentar di hadapan pemandangan yang saling berkebalikan dan saling mengisi, sebelum kita teruskan perjalanan ke ujungnya. Tibatiba kita berhadapan dengan ketinggian ruangan yang dapat dipandang mata berhadapan dengan ketinggian kegaiban yang tak terjangkau indra manusia. Kita berada di hadapan ketinggian yang berhadapan dengan penundukan. Kita berada di hadapan matahari dan bulan yang berhadapan dengan bintang-gemintang, dan keduanya saling berhadapan dalam waktu, malam dan siang...
Kemudian kita lanjutkan perjalanan mengikuti susunan kalimat dan pembicaraannya.... Maka, di balik ketinggian dan ketundukan itü terdapat hikmah dan pengaturan,
“..Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan... "
Beredar hingga batas batas yang digambarkan, sesuai dengan aturan yang ditetapkan, baik dalam peredaran pada garis edarnya dalam putaran tahunannya (revolusi) atau perputaran hariannya (rotasi). Atau, perjalanannya pada porosnya yang tak akan melampaui batas dan tak akan menyimpang. Atau, perjalanannya hingga waktu tertentu yang telah ditetapkan sebelum alam yang dapat dipandang ini mengalami perubahan wujudnya.
"...Allah mengatur urusan (makhIuk-Nya).... "
Semua urusan diatur dengan pengaturan seperü pengaturan dalam menundukkan matahari dan bulan yang masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah yang memegang planetplanet beşar dan benda-benda angkasa yang beredar di ruang angkasa, yang diedarkan-Nya hingga suatu waklu yang tak boleh dilampaui. Tak diragukan lagi, betapa agungnya pengaturan itu, betapa luhurnya penetapan itu.
Dan, di antara pengaturan-Nya terhadap urusan itü ialah Dia
"menjelaskan ayat-ayat-Nya (tanda-tanda kebesaran-Nya) mengaturnya dan menyusunnya, dan menampilkannya pada waktunya, dengan alasannya, sesuai tujuannya. supaya kamu meyakini Pertemuan(mu) dengan Tuhanmu.”
Hal İtü setelah kamu melihat ayat-ayat atau tanda-tanda kebesaran-Nya dijelaskan dan disusun sedemikian rupa, yang di baliknya ada ayat-ayat kauniah (kedaman), yang dibuat tanpa contoh oleh tangan Sang Pencipta untuk pertama kalinya. Kemudian ayat-ayat AI-Qur’an melukiskan untukmu apa yang ada di balikpenciptaan itü yang berupa pengaturan, penetapan, dan penataan-Nya. Semua itü memberikan pengerüan bahwa sesudah kehidupan dunia ini pasti manusia akan kembali kepada Yang Maha Pencipta, untuk ditentukan perhitungan amalnya dan diberinya Masan.
Itulah di antara kesempurnaan ketentuan yang dikandung oleh hikmah penciptaan pertama yang penuh dengan kebijaksanaan dan keteraturan.
Setelah itü turunlah garis pelukisan yang beşar itü dari langit ke bumi, lantas dilukisi-Nya papannya yang lebar dengan lukisan-lukisan.

3.      Ayat Ke-Tiga
Artinya :
“ Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itü terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Tafsir :
Garis-garis yang melintang di papan bumi ini merupakan pembentangan dan penghamparan bumi di hadapan mata yang luas membentang, dengan tidak begitu mementingkan pelukisan bentuknya yang sebenarnya secara keseluruhan. Yang ditampilkan hanya bentangan dan hamparannya yang luas ini saja, dan ini merupakan sentuhan pertama di papan ini. Kemudian dilukiskan-Nya gununggunung yang terpancang kokoh dan sungai-sungai yang mengalir di bumi. Maka, lengkaplah sudah hamparan lukisan yang pertama dalam pemandangan bumi, yang tersusun indah berhadaphadapan penuh keserasian.
Terdapat relevansi antara apa yang dikandung oleh bumi dengan segala seluk-beluknya dengan seluk-beluk kehidupan ini. Yang pertama tergambar pada apa yang ditumbukan oleh bumi,
"Allah menjadikan padanya semua buah-buahan (pepohonan) berpasang-pasangan”. Dan yang kedua pada fenomena siang dan malarn, "Allah menutup kan malam pada siang. ”
Pemandangan pertama mengandung hakikat yang üdak dikenal manusia melalui ilmu dan penelitiannya melainkan baru saja terjadi. Yaitu, bahwa semua makhluk hidup yang yang mula-mula adalah tumbuh-tumbuhan, terdiri dari jenis jantan dan betina (laki-laki dan wanita), hingga tetumbuhan yang tidak dikira bahwa ia berjenis jantan dan betina (ada putik dan kepala putik, serbuk sari dan benang sari - Penj.), ternyata mempunyai pasangan jenis, dan organ kejantanan dan kebeünaan itü terkumpul pada bunga, atau menyebar pada ranting. İni merupakan hakikat yang terkandung dalam pemandangan pertama yang dapat dimengerti oleh orang yang mau memikirkan dan merenungkan rahasia ciptaan Allah sesudah memperhatikan fenomena lahiriahnya.
Pemandangan kedua adalah adanya malam dan siang yang silih berganti, yang bergantian saling menutupi dalam keteraturan yang sangat menakjubkan. Semua itü tarnpak dalam gejala alamiah ini. Maka, datangnya malam dan perginya siang, atau  menyingsingnya fajar dan sirnanya malam, merupakan peristiwa yang dianggap enteng indra yakni dianggap biasa-biasa saja). Tetapi, sebenarnya ia merupakan suatu peristiwa yang menakjubkan bagi  orang yang pikirannya tidak mati dan tidak beku, dan menerimanya dengan perasaannya yang sensitif dan selalu berkembang, yang tidak beku oleh perisüwa yang terjadi berulang-ulang. Aturan yang cermat pada peredaran planet yang konstan itü sendiri dapat menimbulkan perenungan terhadap tatanan alam semesta ini, dan menjadikan yang bersangkutan senanüasa memikirkan kekuasaan Pencipta yang mengatur dan memeliharanya,
"Sesunguhnya pada yang demikian itü terdapat tanda tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
 Kita berhenti sebentar memperhatikan hal-hal yang berhadapan (berlawanan) dalam pemandangan ini sebelum kita melaluinya. Hal-hal yang berIawanan antara gunung-gunung yang tapancang dengan sungai-sungai yang mengalir, antarpasangan pada tumbuh-tumbuhan (bunga jantan dan bunga betina), antara malam dan siang Kemudian antara pemandangan bumi secara keseluruhan dan pemandangan langit seperti di muka, yang saling melengkapi bagi pemandangan alam yang beşar ini.
Kemudian goresan keindahan ciptaan terus berjalan di bumi dengan garis-garis parsial yang lebih halus dan lebth kecil daripada lukisan makro di ataş.

4.      Ayat Ke-Empat

Artinya :
“ Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman itü atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itü terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Tafsir :
Pemandangan-pemandangan bumi ini dilalui banyak orang. Maka, tidaklah seseorang memperhatikan dan merenungkannya kecuali jiwanya akan kembali kepada fitrahnya yang hidup dan berhubungan dengan alam yang benda-benda itu merupakan bagian darinya, yang terpisah darinya untuk direnungkan dan dipikirkan tersendiri..
 ”Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan...” Benda-benda yang bermacam-macam. Sebab, kalau tidak begitu, niscaya tidak akan jelas bahwa semua itu merupakan bagian-bagian yang karena ada kesamaan maka dia merupakan bagian. Di antaranya ada yang subur dan ada yang gersang, ada yang gembur dan ada yang tandus, dan masingmasing mempunyai tingkatan sendiri-sendiri. Dan di antara ada yang produktif dan ada yang tidak produktif, ada yang dapat ditanami dan ada yang mati, ada yang lembab dan ada yang kering, ada yang begini dan ada yang begitu yang semuanya berdampingan di bumi.
Itulah sentuhan makro yang pertama dalam Iukisan yang terperinci, kemudian diikuti dengan perincian-perincian kecil,
”…Kebun-kebun angur, tanam-tanaman, dan pohon kurma… ” yang menggambarkan tiga macam tumbuhan, anggur yang merambat, kurma yang tinggi menjulang, dan tanamtanaman lain seperti sayur-mayur, bunga-bungaan, dan sebagainya. Semuanya menampilkan pemandangan yang bervariasi, yang mengisi hamparan alam, dan menggambarkan bentuk-bentuk tetumbuhan yang berbeda-beda.
Itu pohon kurma, ada yang bercabang dan tidak bercabang. Ada yang bercabang satu; ada yang bercabang dua; dan ada yang cabangnya lebih banyak Iagi pada satu batangnya. Dan, semuanya disirami dengan air yang sama dan di tanah yang sama, tetapi buahnya berbeda-beda rasanya,
 “..Kami melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya...” Maka, siapakah gerangan yang dapat melakukan semua ini selain Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur?
Siapakah gerangan di antara kita yang tidak  merasakan buah-buahan yang berbeda-beda rasanya dari sebuah area? Berapa orangkah di antara kita yang menaruh perhatian terhadap arahan AIQur• an ini? Dengan keadaannya yang demikian ini, maka Al-Qur•an itu senantiasa terasa baru, up to date. Karena, ia senantiasa membarukan perasaan manusia dengan pemandangan-pemandangannya di dalam semesta dan dalam diri manusia, yang tidak pernah habis dan tak pernah berkurang sementara usia manusia yang terbatas itu terus berkurang, dan manusia pun tidak pernah terjauh dari apa yang dijanjikannya, ”...Sesunguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Dan, pada kali yang ketiga kita berhenti di hadapan keindahan pemandangan yang kontras, berIawanan. Tetapi, justru menunjukkan keindahannya dalam suatu hamparan antara petak-petak dan bagian-bagian tanah yang berdampingan tetapi berbeda-beda, pohon-pohon kurma yang bercabang dan tidak bercabang, aneka rasa buah yang bermacam-macam, pohon-pohonan, kurma, anggur, dan sebagainya....
Itulah lingkaran besar di ufuk alam yang luas membentang, yang terus menimbulkan kekaguman bagi kaum yang mau menilikkan pandangan. Tanda-tanda kebesaran Allah ini semuanya terbelenggu dalam pikiran mereka, seolah-olah hati mereka terikat dan tak dapat lepas untuk memikirkan dan merenungkannya.

5.      Ayat Ke-Lima

Artinya :
“ Dan jika (ada sesuatu) yang kamu herankan, maka yang patut mengherankan adalah ucapan mereka, 'Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru? Orang-orang itulah yang kafir kepada tuhannya; dan orang-orang itulah (yang dilekatkan) belenggu di lehernya. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Tafsir :
Sungguh ini merupakan suatu hal yang benarbenar mengherankan, di mana sesudah dihamparkannya pemandangan yang demikian besar dan terang, masih ada kaum yang bertanya-tanya,”ApabiIa kami telah menjadi tanah, apakah kami sesungguhnya akan (dikembalikan) menjadi makhluk Tuhan yang baru?“ yang telah menciptakan alam yang besar ini dan mengaturnya dengan tatanan yang demikian rapi, sudah tentu berkuasa mengembalikan manusia menjadi makhluk yang baru. Ucapan mereka ini timbul karena kekafiran mereka terhadap Tuhan yang telah menciptakan mereka dan mengatur segala urusan mereka. Dan, sikap ini muncul karena hati dan pikiran mereka terbelenggu. Karena hati dan pikirannya terbelenggu, maka sebagai balasannya Ieher mereka kelak akan dibelenggu. Jadi, ada kesesuaian antara belenggu hati dengan belenggu leher.
Kalau sudah begitu, maka balasannya adalah neraka yang mereka akan kekal di dalamnya. Karena mereka telah mengabaikan semua perangkat dan standar manusia normal yang dengan itu Allah memuliakan mereka Tetapi, mereka menggunakan pandangan hidup yang terbalik dalam kehidupan dunia ini yang akibatnya di akhirat nanti mereka  akan terjerumus ke dalam kehidupan yang lebih rendah dan lebih hina daripada kehidupan dunia yang telah mereka tempuh dengan menyia-nyiakan dan mengabaikan pikiran, hati, dan perasaan mereka.
Mereka merasa heran kalau Allah akan membangkitkan mereka menjadi makhluk yang baru. Padahal, keheranan mereka inilah sebenarnya yang mengherankan. Mereka meminta kepadamu agar disegerakan datangnya azab Allah kepada mereka, bukannya meminta petunjuk dan mengharapkan rahmat-Nya.

6.      Ayat Ke-Enam

Artinya :
 “ Mereka meminta kepadamu supaya disegerakan (datangnya) siksa sebelum (mereka meminta) kebaikan, padahal telah terjadi bermacam-macam contoh siksa sebelum mereka. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zalim, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksa-Nya.”

Tafsir :
Sebagaimana mereka tidak mau memperhatikan cakrawala alam semesta dan tanda-tanda kebesaran Allah yang bertebaran di langit dan di bumi, maka mereka juga tidak mau memperhatikan puingpuing kehancuran bangsa-bangsa yang telah lalu. Yakni, bangsa yang meminta disegerakan datangnya azab Allah lantas Allah mendatangkan azab kepada mereka dan membiarkan mereka menjadi pelajaran bagi umat dan bangsa-bangsa sesudahnya,
“…Padahal, telah terjadi bermacam-macam contoh siksa sebelum mereka...” Mereka lalai terhadap puing-puing kehancuran anak-anak manusia sebelum mereka. Padahal, pada yang demikian itu terdapat pelajaran berharga bagi orang yang mau mengambil pelajaran.
“...Sesunguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekaliPun mavka zalim...” Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Sehingga, seandainya mereka melakukan kezaliman pada suatu waktu, Dia tetap membuka pintu pengampunan bagi mereka supaya mereka memasukinya Iewat pintu tobat. Sebaliknya, Dia akan memberikan hukuman yang pedih kepada orang-orang yang bandel dan terus-menerus berbuat zalim, serta tidak mau memasuki pintu pengampunan yang senantiasa terbuka itu.
Susunan redaksi ayat ini mendahulukan pengampunan Allah daripada siksaan-Nya. Hak ini sebagai kebalikan dari sikap mereka yang lalai yang meminta segera didatangkannya azab sebelum mereka meminta petunjuk. Tujuannya agar tampak perbedaan yang amat besar antara kebaikan yang dikehendaki oleh Allah dan kejelekan yang mereka
kehendaki buat diri mereka. Dan, di balik itu tampaklah fenomena telah redupnya mata batin mereka dan telah butanya hati mereka. Juga tampak keterbalikan pandangan hidup yang menjadikan mereka Iayak menempati dasar api neraka. Kemudian susunan redaksi ayat itu masih berjalan menelusuri keheranan kaum tersebut yang tidak mau mengerti dan memahami tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta ini. lalu, mereka meminta sebuah tanda agar diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Ya, sebuah tanda, padahal alam semesta secara keseluruhan adalah tanda-tanda kebesaran Allah.

7.      Ayat Ke-Tujuh

Artinya :
“ Orang-orang yang kafir berkata, 'Mengapa  tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Ihlhannya?' Se sungguhnya engkau hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.”

Tafsir :
Mereka meminta sesuatu yang luar biasa, padahal sesuatu yang luar biasa itu bukan perbuatan  Rasulullah dan bukan sebagai tanda keistimewaannya. Semua itu diberikan Allah untuk menyertainya, manakala kebijaksanaan-Nya melihat bahwa yang demikian itu diperlukam
"Sesungguhnya engkau hanyalah seorang Pemberi Peringatan ", seorang pemberi penerangan. Keadaanmu seperti keadaan rasul-rasul sebelummu, karena sesungguhnya Allah telah mengutus para rasul kepada kaum-kaum itu untuk memberi mereka petunjuk.
“…Dan bagi tiap-tiaP kaum ada orang yang memberiPetunjuk." Sedangkan, ayat-ayat atau tanda tanda kebesaran Allah yang luar biasa, maka urusannya kembali kepada Tuhan yang mengatur  alam semesta dan manusia ini.

8.      Ayat Ke-Delapan

Artinya :
“ Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap wanita, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya.”

Tafsir :
Ketika ilustrasi mengikuti semua wanita dalam alam ini (di kota dan di desa, di dusun dan di kampung, di rumah dan di gua, dan Iorong-lorong dan di hutan) , maka pengetahuan Allah meliputi semua yang dikandung oleh rahim para wanita itu. Juga meliputi setiap tetesan darah yang kurang sempurna atau yang bertambah dalam rahim-rahim tersebut. Setelah menggambarkan ilmu atau pengetahuan-Nya terhadap segala seluk-beluk rahasia kandungan beserta perkembangannya, maka diakhirilah ayat itu dengan mengatakan bahwa segala se suatu pada sisi-Nya ada ukurannya. Keteraturan susunannya begitu jelas, antara kata ukuran dengan kata berkurangan dan bertambah Masing-masing persoalan mempunyai hubungan yang berkaitan dengan pengulangan ciptaan sebagaimana yang menjadi tema pembicaraan di muka. Hal ini sebagaimana adanya korelasi dari segi bentuk dan gambaran itu dengan apa yang disebutkan sesudahnya seperti air yang mengalir ke lembah-lembah dengan ukuran tertentu. Demikian pula tentang berkurang dan bertambah sesuatu yang ada dalam rahim, merupakan dua hal yang berlawanan yang digambarkan secara mutlak dalam surah itu.

9.      Ayat Ke-Sembilan
Artinya :
“ Yang mengetahui semua yang gaib dan yang tampak; Yang Maha besar lagi Maha tinggi.”

Tafsir :
Infal al-Kabiir 'Yang Mahabesar' dan al-Muta'aaI ‘Yang Mahatinggi', bayangannya menyentuh perasaan. Akan tetapi, sulit menggarnbarkan bayangbayang itll dengan kata-kata lain. Tidak ada sesuatu yang terjadi dari makhluk melainkan ada suatu kekurangan yang menjadikannya terkesan kecil. Tidak ada yang mengatakan bahwa makhluk Allah itu besar, tidak ada urusan yang besar; tidak ada perbuatan yang dikatakan besar. Hingga terasa kecil pula kalau hanya semata-mata menyebut Allah. Demikian pula dengan al-Muta'aal 'Yang Mahatinggi" Karena Yang Mahabesar hanyalah Dia; Yang Mahatinggi adalah Dia, yang sulit dibayangkan kemahabesaran dan kemahatinggian-Nya. Apakah Anda melihat aku telah mengatakan sesuatu yang bukan-bukan? Tidak! Dan tidak ada seorang pun yang berbuat begitu ketika sedang berhenti di hadapan Iafal al-Kabiirr al-Muta 'aal.

10. Ayat Ke-Sepuluh

Artinya :
“ Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya dan siapa yang berterang-terangan dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) pada siang hari.”

Tafsir :
Perlawanan kata dalam ungkapan ini sangat jelas. Yang membuat kita termenung ialah kata Saarib 'yang berjalan'. Kata ini dengan bayangannya memberi kesan makna sebaliknya, maka bayangannya adålah kegelapan atau hampir gelap. As-Saarib adalah adz-Dzaahib 'orang yang berjalan/pergi', dan berjalan itu adalah bergerak (beraktivitas). Maka, 'bergerak inilah yang dimaksudkan sebagai lawan dari bersembunyi. Kehalusan yang ada di balik lafal dan bayangannya inilah yang dimaksudkan di sini, agar nuansanya tidak tercabikcabik. Yakni, nuansa ilmu yang tersembunyi dan halus yang berjalan di belakang kandungan yang tersembunyi dan rahasia yang samar dan bersembunyi di malam hari. Malaikat-malaikat yang mengikuü dan menjaganya secara bergiliran, yang tidak dapat dillhatoleh indra penglihatan manusia. Maka, dipilihlah Iafal yang memberikan makna tagaabul 'berlawanan' dengan yang bersembunyi, tetapi dengan sangat halus dan lembut serta samar-samar.

Komentar

Postingan Populer